PERSPEKTIF BERUBAH

PERSPEKTIF BERUBAH

Oleh: Prof. Adrianus Meliala, Ph.D
Artikel ini dipersiapkan khusus untuk Hari Orientasi Pastoral Evangelisasi (HOPE) 2020, Gereja Katolik Paroki Santo Paulus Depok, Sabtu 8 Februari 2020. 
Prof Adrianus Meliala, Ph.D:  Wakil Ketua Dewan Pastoral Paroki Santo Thomas Kelapa Dua (2014-2016); Anggota Komisi Kerawam KWI (2014-sekarang); Koordinator Kelompok Dosen UI Katolik (2010-sekarang); Ketua Umum Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Pesparani Katolik Nasional (2018-sekarang); Pakar/Penasehat dari Berbagai Ormas Katolik

Perubahan besar di masyarakat, yang antara lain ditandai dengan perubahan perilaku berkomunikasi dan perilaku memperlakukan informasi, kini juga mempengaruhi kehidupan menggereja. Ada umat yang tidak lagi kemana-mana menenteng Injil, namun cukup mengakses aplikasi injil yang sudah ter-install di gadget-nya. Pertemuan-pertemuan umat semakin tidak menarik apabila berlangsung panjang, dan kalaupun hadir, maka umat lebih senang duduk dengan kepala sedikit menekuk ke depan pertanda sedang sibuk dengan gawai. 

Contoh lain, jika pastor mengungkapkan informasi berupa data tertentu, maka umat pun bisa dengan mudah memverifikasi ketepatan data tersebut melalui mesin pencari data Google dan, selanjutnya, sudah ada pula umat yang cukup asertif menyatakan bahwa yang dikemukakan pastor tersebut sebenarnya salah atau jadul.

Di bawah ini penulis kutip komentar Romo Greg Soetomo (2007, hal. 68) yang terinspirasi pemikiran Hermawan Kartajaya sebagai berikut:

Informasi meresapi gereja ibarat kanker yang terus-menerus menyapaikan berita dan cerita secara melimpah-ruah. Belum pernah dalam sejarah gereja sebelumnya bahwa umat dan seluruh system di dalamnya secara sedemikian besar-besaran diserbu oleh berita dari dalam maupun luar gereja, lewat media cetak televise, radio, internet, short message services (sms). Dalam genangan informasi yang meluap-luap seperti ini, bisa terjadi dua kemungkinan: Pertama, orang akant erus bernafsu mencari dan mencari, tetapi tidak menemukan apapun. Kedua, orang akan menjadi sangat apatis dengan segala macam berita.

Hal tersebut juga mengubah cara kita melakukan kerasulan awam. Berkomunikasi dengan pejabat publik di suatu wilayah, misalnya, tidak harus dilakukan melalui kegiatan audiensi yang memakan waktu dan membosankan. Semakin banyak pejabat publik yang menganggap dirinya tidak berbeda dengan masyarakat kebanyakan dan mampu berinteraksi secara informal melalui media sosial, melalui kegiatan anjangsana yang santai dan sebagainya. 

Mengingat pejabat publik kini rata-rata lebih mudah digapai, maka praktisi kerawam harus memutar otak untuk merebut perhatian sang pejabat lebih dari yang lain, tanpa masuk dalam jurang kolusi-korupsi-nepotisme, mengingat kegiatan serupa juga dilakukan pihak-pihak lain.

Melakukan pertemuan seperti seminar atau talkshow publik juga cenderung dihindari karena melelahkan dan boros biaya padahal, secara umum, rendah capaiannya (khususnya menyangkut apakah ada hal yang benar-benar berubah pasca pertemuan tersebut). Dari sudut penyelenggara, tentunya menginginkan sebaliknya.  

Pemberian informasi tentang pilkada dan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan peserta pilkada, yang dilakukan dalam rangka mendorong umat Katolik untuk menjadi calon legislatif, dewasa ini juga tidak perlu berbentuk pertemuan publik yang massal, namun cukup di-posting di website dan selanjutnya bisa dipantau keterbacaannya melalui fitur yang tersedia.

Perilaku umat yang secara umum berubah ini juga mendekatkan seksi atau komisi kerawam dengan seksi atau komisi lainnya baik di gereja atau kesukupan. Irisan dengan kerja-kerja yang dilakukan Seksi atau Komisi HAAK, Komsos atau bahkan PSE, untuk menyebut beberapa contoh,  menjadi tebal.  Sehingga, ke depan, semuanya diharapkan bekerja dalam moda lintas seksi/komisi atau bidang ketimbang sendiri-sendiri.

Perubahan cara kerja ini juga diharapkan diikuti dengan perubahan penganggaran bagi kegiatan terkait kerawam ini. Jika anggaran kerawam terlalu kecil, bagaimana kita bisa harapkan besaran atau frekuensi intervensinya guna mengungkit suatu masalah agar menjadi perhatian pemerintah misalnya?

Baca Selanjutnya:
BEBERAPA PERSOALAN AWAM KATOLIK INDONESIA DAN UPAYA MENGATASINYA: KADERISASI (4)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *